KODE
ETIK PROFESI AKUNTANSI
Pada dasarnya etika profesi akuntan di Indonesia
diatur dalam kode etik akuntan indonesia. Kode etik ini mengikat para anggota
IAI dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi
anggota IAI. Di Indonesia, penegakkan kode etik dilaksanakan oleh
sekurang-kurang nya enam unit organisasi.
Kode etik akuntan merupakan norma perilaku yang
mengatur hubungan antara auditor dengan para klien, antara auditor dengan
sejawatnya dan antar profesi dengan masyarakat. Kode etik akuntan Indonesia
dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang
berpraktek sebagai auditor, maupun yang bekerja dilingkungan dunia usaha, pada
instansi pemerintah, maupun di lingkungan pendidikan.
Prinsip
perilaku profesional seorang akuntan, yang tidak secara khusus dirumuskan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia tetapi dapat dianggap menjiwai kode perilaku IAI,
berkaitan dengan karakteristik tertentu yang harus dipenuhi oleh seorang
akuntan. Prinsip etika yang tercantum dalam kode etik akuntan Indonesia adalah
sebagai berikut:
1.
Tanggung jawab
Dalam
melaksanakan tanggungjawabnya sebagai profesional, akuntan harus mewujudkan
kepekaan profesional dan pertimbangan moral dalam semua aktivitas mereka.
2.
Kepentingan masyarakat
Akuntan
harus menerima kewajiban untuk melakukan tindakan mendahulukan kepentingan
masyarakat, menghargai kepercayaan masyarakat, dan menunjukkan komitmen pada
profesionalisme.
3.
Objektivitas dan Independensi
Akuntan
harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari benturan kepentingan dalam
melakukan tanggung jawab profesional. Akuntan yang berpraktek sebagai akuntan
publik harus bersikap independen dalam kenyataan dan penampilan pada waktu
melaksanakan audit dan jasa atestasi lainnya.
4.
Keseksamaan
Akuntan
harus mematuhi standar teknis dan etika profesi, berusaha keras untuk terus
meningkatkan kompetensi dan mutu jasa, dan melaksanakan tanggungjawab
profesional dengan kemampuan terbaik.
Kode Etik Akuntan Indonesia memuat tujuh prinsip (AICPA) adalah :
1. Tanggung Jawab Profesi
Dalam
melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam
masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab
kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu
bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan
profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung
jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota
diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2. Kepentingan
Publik
Setiap
anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada
publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas
profesionalisme.Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung
jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat,
dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit,
pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan
pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam
memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini
menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik.
3. Integritas
Integritas
adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional.
Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan
patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4. Obyektivitas
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
Setiap anggota
harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan
kewajiban profesionalnya.Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan
nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan
anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak
berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah
pengaruh pihak lain.
Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5. Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional
Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi
dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik
yang paling mutakhir.Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban
untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya,
demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi
kepada publik.
6. Kerahasiaan
Setiap
anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan
jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut
tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum
untuk mengungkapkannya.Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar
profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat
panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai
berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
profesional dapat atau perlu diungkapkan.
7. Perilaku Profesional
7. Perilaku Profesional
Setiap
anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi
tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota
sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga,
anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
Aturan dan
Interpretasi Etika
Interpretasi
Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk
oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak
berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa
dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Jadi artinya di dalam
menginterpretasikan suatu etika itu diperlukan suatu aturan-aturan yang harus
dipatuhi namun aturan-aturan tersebut tidak dimaksudkan untuk membatasi
interpretasi dari etika tersebut selama etika yang diterapkan benar. Hal ini
dimaksudkan juga untuk melatih kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga
dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada
pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga
ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan
pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh
organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak menaatinya.
Nah salah
satu contoh nyata dalam pelanggaran kode etik profesi akuntansi yang terjai
adalah salah satunya adalah laporan keuangan ganda Bank Lippo pada tahun
2002.Kasus Lippo bermula dari adanya tiga versi laporan keuangan yang ditemukan
oleh Bapepam untuk periode 30 September 2002, yang masing-masing berbeda.
Laporan yang berbeda itu, pertama, yang diberikan kepada publik atau diiklankan
melalui media massa pada 28 November 2002. Kedua, laporan ke BEJ pada 27
Desember 2002, dan ketiga, laporan yang disampaikan akuntan publik, dalam hal
ini kantor akuntan publik Prasetio, Sarwoko dan Sandjaja dengan auditor Ruchjat
Kosasih dan disampaikan kepada manajemen Bank Lippo pada 6 Januari 2003. Dari ketiga
versi laporan keuangan tersebut yang benar-benar telah diaudit dan mencantumkan
”opini wajar tanpa pengecualian” adalah laporan yang disampaikan pada 6 Januari
2003. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap kode etik profesi akuntansi yang
menyalahgunakan kewenangannya dan kepatuhannya sebagai seseorang yang memiliki
profesi. Untuk itu sangat diperlukan suatu etika dan kode etik yang digunakan
untuk mengatur tingkah langkah dari berbagai macam profesi khusus nya mereka
yang memiliki profesi sebagai akuntan.
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar