Jumat, 03 Mei 2013

REVIEW 3 / PERUBAHAN STATUS BADAN HUKUM LEMBAGA KEUANGAN MIKRO BAITIL MAL wa TAMWIL (BMT) di KABUPATEN PONOROGO








Perubahan Status Badan Hukum Lembaga Keuangan Mikro
Baitul Mal wa Tamwil (BMT) di Kabupaten Ponorogo
Oleh :
Sugeng Wibowo
(Pengaruh Perubahan Badan Hukum terhadap Perkembangan KSP dan KJKS)
Nama: Fenita
NPM: 22211809
Kelas:2EB09

Pengaruh Perubahan Badan Hukum terhadap Perkembangan KSP dan KJKS
 
Meningkatnya kepercayaan masyarakat teradap institusi.
Setelah ada perubahan status badan hukum secara otomatis cakupan wilayah kerja dan sasaran pengguna jauh lebih luas. Pada waktu masih menjadi BMT, lingkup kerja dan pengguna jasa kebanyakan adalah warga Muhammadiyah. Hal ini dilakukan karena sejak awal berdirinya lembaga tersebut tujuan utamanya sebagai sarana untuk menggerakan potensi ekonomi dan kesejahteraan warga persyarikatan pada khususnya dan warga masyarakat pada umumnya. Tujuan tersebut relatif telah tercapai dengan banyaknya dana yang disalurkan untuk kepentingan pengembangan usaha. Setelah berubah menjadi KSP atau KJKS maka orientasi pengembangan usaha diperluas dan masyarakat merasa lebih save menggunakan jasa KSP atau KJKS karena telah berpengalaman jauh lebih lama dibandingkan dengan koperasi lain pada umumnya. Kepercayaan masyarakat terhadap koperasi eks-BMT ini dapat diukur dengan tetap eksisnya keberadaan koperasi tersebut ditengah-tengah kecenderungan bergugurannya koperasi di Kabupaten Ponorogo.
 
Mempermudah penyelesaian kredit macet.
BMT sebagai bagian dari jasa usaha syari’ah dalam transaksi pembiayaan tidak mengharuskan bagi pengguna jasa untuk menyerahkan barang jaminan atau borg. Prinsip yang dikedepankan adalah dakwah pembinaan dan kepercayaan. Seseorang yang bermaksud menggunakan jasa di BMT akan diberi penjelasan yang mendetail tentang transaksi syari’ah. Dari penjelasan tersebut diharapkan muncul kepercayaan dan sikap amanah bagi mudharib sehingga akan mengembalikan pinjaman sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Namun demikian pada kenyataanya banyak pengguna jasa BMT yang bermasalah dalam usaha dan kredit yang disalurkan akhirnya menjadi macet. Penyelesaian yang sering dilakukan fihak BMT adalah pendekatan kekeluargaan yang berakhir dengan permakluman dari fihak BMT. Setelah berubah menjadi KSP dan KJKS maka setiap pengguna jasa pembiayaan diaharuskan menyertakan jaminan barang atau benda yang memiliki nilai ekonomi. Sehingga apabila bermasalah dikemudaian hari, maka jaminan tersebut dapat disita atau minmal ditahan sampai dapat mengembalikan pinjaman yang telah disalurkan. Penyitaan ini sering dilakukan dan tidak sampai melibatkan fihak ketiga (bróker, polisi dll.) masalah kredit macet dapat diselesaikan. Para nasabah bermasalah sangat memaklumi mekanisme tersebut sehingga mempermudah penyelesaian.
 
Mempermudah penambahan modal.
Sejak tahun 2001 Kementrian Koperasi dan UKM memiliki program untuk memperkuat permodalan KSP/USP yang bersumber dari Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar
Minyak (PKPS-BBM) yaitu DBS dana Bergulir Syari’ah). Program tersebut bersifat stimulan dalam bentuk penyaluran dana bergulir (revolving fund) dengan jumlah bervariasi mulai dari Rp. 50 juta sampai 1 milyar, berdasar kriteria yang ditentukan. Persyaratan utama untuk mendapatkan dana tersebut adalah harus berbadan hukum koperasi. Bagi koperasi yang berasal dari BMT hampir semuannya mendapat DBS bahkan satu KSU yaitu Surya Mandiri mendapatkan Rp. 500 juta yang kemudaian berubah menjadi KJKS. Sedangkan yang lain-lain rata-rata hanya mendapatkan Rp. 50 juta. Selain dari pemerintah koperasi juga mendapat bantuan penguatan modal dari lembaga keuangan lain yaitu berupa bank syari’ah dalam bentuk pinjaman lunak yaitu pengembalian dihitung berdasarkan keuntungan atau bunga yang relatif rendah dibandingkan untuk nasabah pribadi.
 
Kesimpulan
Kelahiran BMT di tanah air merupakan reaksi positif terhadap gejala menguatnya peran muslim Indonesia di kancah politik pada dekade akhir kekuasaan orde baru. Melalui organisasi ICMI gagasan-gagasan penguatan ekonomi syari’ah mulai berani dimunculkan dan mendapat apresiasi yang baik dari masyarakat luas sehingga tidak sampai lima tahun telah muncul bank syari’ah dan lembaga keuangan mikro BMT. Namun dalam perkembangannya, legalitas dan status badan hukum BMT ternyata menjadi masalah terutama dalam kerangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
 
Untuk mengatasi masalah tersebut ada tiga opsi perubahan status badan hukum yang dapat dipilih bagi BMT. a) menjadi
Kelompok Swadaya Masyarakat dengan sertifikasi kemitraan dari PINBUK. b). berubah menjadi Koperasi Serba Usaha (KSU) atau Koperasi Simpan Pinjam (KSP), dan c). merubah BMT menjadi BPR Syari’ah.
Dari 6 BMT yang menjadi obyek penelitian ini diketahui bahwa lima BMT menambil opsi kedua, yaitu merubah badan hukum BMT menjadi koperasi , sementara yang satu tetap bertahan menjadi BMT. Setelah berubah badan hukumnya ternyata berpengaruh positif, yaitu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi, mempermudah penyelesaian kredit macet dan mempermudah penambahan modal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar