REVIEW
3
Praktek
Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Koperasi : Studi Kasus Pada Koperasi Karyawan
Kesehatan Kabupaten Jepara
Oleh:
Widodo
Ramadayanto
(Analisis)
Nama: Fenita
NPM : 22211809
Kelas: 2EB09
V. Analisis
A. Basis Akuntansi
Pemakaian basis
akuntansi oleh KPRI kurang sesuai karena menggunakan basis campuran. Asumsi
dasar yang dipakai oleh laporan keuangan sebagaiman tercantum dalam kerangka
dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan adalah dasar akrual.
KPRI sudah melakukan
pengakuan atas terjadinya beban penyusutan atas aktiva tetap yang dimilikinya.
Koperasi juga telah memperhitungkan beban piutang tak tertagih atau Beban Resiko
Kredit. Perlakuan tersebut telah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum tentang pengakuan beban yang diakui secara akrual. Namun pengakuan
beban-beban lainnya belum memenuhi prinsip akuntansi yang berlaku umum karena
memakai basis kas.
B. Pengakuan Pendapatan
dan Penetapan Beban
Pendapatan unit simpan
pinjam diakui pada saat kas. Pada akhir tahun tidak diakui adanya piutang bunga
untuk mengakui pendapatan bunga secara akrual. Akibatnya, jumlah pendapatan
pada akhir tahun lebih kecil. Untuk lebih memberi gambaran yang lebih jelas,
mari kita lihat ilustrasi berikut :
Ilustrasi I:
Pada 6 November 200X,
KPRI memberikan kredit jangka pendek sebesar Rp 4.000.000,00. Bunga yang
ditetapkan adalah 3% menurun. Angsuran dibayar tiap bulan pada tanggal 6 selama
sepuluh bulan.
Jurnal yang dilakukan
berdasarkan teori adalah sebagai berikut:
200X
6 Nov. Piutang Jangka
Pendek.............................................. 4.000.000
Kas ...............................................
4.000.000
(Untuk mencatat penyaluran
kredit)
6 Nov.
Kas............................................................................
508.000
Piutang Jangka
Pendek1................................. 400.000
Pendapatan Bunga2
..................................... 108.000
(Untuk mencatat
pembayaran angsuran pertama)
6 Des. Kas
.............................................. 496.000
Piutang Jangka
Pendek.................................. 400.000
Pendapatan Bunga3
....................................... 96.000
(Untuk mencatat
pembayaran angsuran kedua)
31 Des. Piutang
Bunga4..................................... ...................... 67.742
Pendapatan
Bunga................................................ 67.742 (Untuk mengakui
pendapatan bunga akrual)
Perhitungan:
1 4.000.000 : 10 =
400.000
2 3% x (4.000.000 –
400.000) = 3% x 3.600.000 = 108.000
3 3% x (3.600.000 –
400.000) = 3% x 3.200.000 = 96.000
425/31 x (3% x
(3.200.000 – 400.000) = 67.742
Pendapatan menurut
metode pertama adalah Rp 271.742,00 sedangkan menurut pembukuan KPRI adalah
sebesar Rp 204.000,00. Selisih sebesar Rp 67.742,00, terjadi karena adanya
pengakuan bunga secara akrual pada akhir tahun yang dilakukan pada metode
pertama. Hal tersebut menyebabkan penyajian pendapatan pada akhir tahun lebih
rendah (understated) daripada yang seharusnya.
Pada akhir tahun buku
tidak ada taksiran piutang yang tak tertagih. Piutang yang tidak tertagih
dihapuskan dan dibebankan pada beban dana resiko kredit apabila jelas-jelas
diketahui adanya piutang yang tak tertagih tersebut. Kerugian piutang baru
diakui pada saat diketahui adanya piutang yang tidak tertagih. Praktek tersebut
dapat menunjukkan bahwa KPRI menggunakan metode penghapusan langsung dalam
penghapusan piutangnya.
Metode penghapusan
langsung tidak dapat menunjukkan jumlah piutang yang diharapkan akan ditagih
dalam neraca. Meskipun demikian, hal tersebut tidak terlalu menimbulkan masalah
mengingat pembayaran piutang diterima langsung dipotong dari peminjam. Selama
peminjam tersebut masih bekerja sebagai pegawai negeri, pembayarannya dapat
terus berlangsung.
Kepada anggota yang
keluar, selain menerima pengembalian simpanan pokok, simpanan wajib, dan
simpanan lainnya, KPRI menetapkan pembayaran tambahan kepada anggota yang
keluar. Pembayaran tambahan tersebut tergantung pada berapa lama yang
bersangkutan menjadi anggota. Uang yang keluar dibebankan pada beban kompensasi
simpanan anggota. Pemberian tambahan pembayaran tersebut merupakan distribusi
kepada pemilik, sehingga tidak dapat diakui sebagai beban. Perlakuan akuntansi
tersebut kurang sesuai dengan ketentuan pada PSAK no. 27, paragraph 56. Pada
paragrap tersebut dinyatakan bahwa pembayaran lebih tersebut harus dibebankan
pada cadangan.
Pemberian hadiah kepada
pemilik simpanan dimasukkan dalam perkiraan Beban Operasional. Beban Pemberian
Hadiah merupakan beban yang dikeluarkan secara langsung dalam rangka
penghimpunan dana, jadi beban tersebut seharusnya dimasukkan dalam Beban Bunga
pada periode dikeluarkannya pengeluaran.
THR dimasukkan dalam
beban jasa penyimpan. Besarnya THR tidak berdasarkan jumlah simpanan anggota.
Mengingat segala pengeluaran dari dan kepada pemilik adalah bukan merupakan
beban, maka THR tersebut seharusnya tidak dimasukkan dalam perkiraan beban
namun dalam perkiraan kompensasi simpanan anggota pada ekuitas.
Pengeluaran–pengeluaran
setelah perolehan gedung yang digunakan untuk penambahan fisik gedung dan
pengembangan lingkungannya seperti pengembangan tempat parkir dimasukkan dalam
Beban Pembangunan Gedung. Pengeluaran–pengeluaran tersebut besar kemungkinannya
akan mengalirkan manfaat ke KPRI pada masa depan, tidak hanya pada periode
terjadinya pengeluaran dan biaya yang dikeluarkan dapat diukur secara andal.
Oleh sebab itu, pengeluaran-pengeluaran seharusnya dikategorikan sebagai biaya
perolehan aktiva tetap dan disusutkan.
Biaya transportasi
pembelian seragam oleh KPRI pada bulan Februari 2001 dimasukkan dalam beban
perjalanan rapat. Agar dapat memberikan informasi yang lebih handal, biaya
transportasi pembelian seragam seharusnya dimasukkan dalam biaya perolehan
seragam.
Perlakuan yang sama
juga diterapkan pada biaya transportasi pembelian tenda yang dilakukan pada
bulan Maret 2001. Biaya tersebut dimasukkan dalam biaya perjalanan rapat.
Seperti halnya biaya transportasi pembelian seragam, biaya transportasi pembelian
tenda seharusnya dimasukkan dalam biaya perolehan tenda dan disusutkan.
Beban yang terjadi
belum dipisahkan antara beban usaha dengan beban perkoperasian. Biaya pembinaan
unit simpan pinjam, dan beban perjalanan pelatihan merupakan biaya perkoperasian.
Biaya tersebut oleh KPRI dimasukkan dalam beban perjalanan rapat.
Pada bulan Agustus
2001, KPRI memakai jasa arsitek untuk menggambar dan merancang gedung wartel.
Biaya yang dikeluarkan dimasukkan dalam biaya-lain lain untuk periode tahun
buku 2001. Biaya perancangan gedung merupakan biaya yang dapat diatribusikan
pada gedung, sehingga harus dikapitalisasikan dalam biaya perolehan gedung.
Pendapatan yang
diterima berasal dari anggota dan non-anggota tidak dipisahkan. Praktek
tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan dalam PSAK no. 27.
Metode penghitungan
pendapatan unit wartel yang dilakukan seperti penghitungan pendapatan dalam
laporan laba rugi perusahaan dagang sudah sesuai dengan ketentuan pada PSAK no.
35. Pendapatan dari fasilitas wartel yang atas tarif pulsa tersebut diakui
sebesar jumlah pemakaian sebenarnya selama periode berjalan. Jumlah pemakaian
pulsa sebenarnya selama periode berjalan pada hakekatnya adalah harga pokok
penjualan jasa telekomunikasi.
Dalam perkiraan beban
unit wartel terdapat perkiraan Beban Tabungan Tahun Lalu. Beban tersebut
dimaksudkan untuk mencatat pengeluaran untuk membayar kewajiban kepada induk
yang terjadi pada tahun sebelumnya. Seharusnya beban tersebut dicatat sebagai
kewajiban pada saat terjadinya dan pembayarannya diakui sebagai pembayaran
hutang bukan beban.
Pendapatan yang
diterima oleh unit sepeda motor dibedakan antara yang berasal dari Jasa Piutang
Sepeda Motor dan Jasa Penjualan Sepeda Motor. Pengguna laporan keuangan
kemungkinan besar menafsirkan bahwa Jasa Piutang Sepeda Motor berasal dari
penjualan sepeda motor secara kredit dan Jasa Penjualan Sepeda Motor adalah
merupakan pendapatan yang berasal dari penjualan sepeda motor yang dilakukan
secara non-kredit. Padahal Jasa Penjualan Sepeda motor merupakan pendapatan
yang berasal dari fee yang diberikan oleh dealer sepeda motor. Namun pemisahan
tersebut juga mempunyai sisi positif. Dengan adanya pemisahan, maka pengguna
laporan keuangan dapat mengetahui darimana kontribusi pendapatan terbesar berasal.
Jumlah piutang sepeda
motor adalah sebesar biaya pengadaan sepeda motor, KPRI tidak memperhitungkan
adanya gross profit. Pendapatan jasa kredit sepeda motor seluruhnya berasal
dari bunga angsuran sepeda motor. Pada saat kas angsuran diterima, kas tersebut
diakui sebagai Pendapatan Jasa piutang Sepeda Motor dan pembayaran pokok
piutang. Pengakuan pendapatan bunga tersebut sebagai pendapatan sudah sesuai.
Harga pokok penjualan
sepeda motor adalah sebesar kas yang dibayarkan KPRI untuk memperoleh sepeda motor
dari dealer. Harga pokok tersebut dicatat sebagai modal pengadaan sepeda motor
yang ditempatkan sebagai ekuitas pada neraca lajur unit usaha penjualan motor.
Modal pengadaan sepeda motor tersebut pada neraca KPRI disajikan sebagai aktiva
lancar. Hal ini menimbulkan ketidakkonsistenan perlakuan akuntansi dan dapat
membingungkan pengguna laporan keuangan.
Modal pengadaan sepeda
motor diperoleh unit usaha penjualan motor dari induk yaitu unit simpan pinjam.
Oleh sebab itu, modal ditempatkan pada sisi pasiva unit usaha penjualan motor
dan sisi aktiva pada neraca konsolidasi. Dalam menyusun laporan keuangan
konsolidasi, hutang piutang antara induk dan anak harus dieliminasi. Jadi,
perkiraan pengadaan sepeda motor sebaiknya dihilangkan.
Pembukuan yang dilakukan
sedikit berbeda dengan teori, namun jumlah
pendapatan keduanya
sama. Hal tersebut karena pengakuan pendapatan pada saat yang sama. Untuk
memperjelas, mari kita lihat contoh dibawah ini:
Ilustrasi II:
Pada 4 November 2001
KPRI membeli sepeda motor dari dealer seharga Rp 12.000.000,00. Kas yang
dipakai untuk membeli sepeda motor tersebut berasal dari pinjaman unit simpan
pinjam. Satu hari kemudian sepeda motor tersebut disalurkan kepada anggota
secara kredit selama satu tahun dengan bunga 3% menurun. Angsuran dibayar tiap
bulan pada tanggal 5.
Pembukuan yang
dilakukan berdasarkan teori pada landasan teori adalah sebagai berikut:
Jurnal yang dibuat:
2001
4 Nov. Kas
............................................. 12.000.000
Hutang kepada Induk ..................................
12.000.000
(Untuk mencatat
peminjaman kepada induk)
4 Nov. Persediaan
................................................ 12.000.000
Kas
.................................................. 12.000.000
(Untuk mencatat
pembelian sepeda motor secara kas)
5 Nov. Kas1
.............................................. 1.330.000
Piutang Kredit Sepeda
Motor3.................................. 12.650.000
Pendapatan Bunga .......................... 330.000
Unearned Interest Revenue2 .........................
1.650.000
Penjualan Sepeda Motor
................................ 12.000.000
5 Nov. Harga Pokok
Penjualan Sepeda Motor ..................... 12.000.000
Persediaan
................................................ 12.000.000
5 Nov. Penjualan Sepeda
Motor .......................................... 12.000.000
Harga Pokok Penjualan Sepeda Motor ........
12.000.000
(Untuk mencatat
penjualan sepeda motor secara kredit)
5 Des. Kas
.............................................. 1.300.000
Piutang Kredit Sepeda Motor4 ......................
1.300.000
(Untuk mencatat
angsuran dari anggota)
5 Des. Unearned
Interest Revenue....................................... 300.000
Pendapatan Bunga
........................................ 300.000
(Untuk mengakui
pendapatan bunga)
Perhitungan :
1 (12.000.000 : 12)+(3%
x (12.000.000-1.000.000)) = 1.330.000
2 (3% x 11.000.000)+
(3% x 10.000.000)+ (3% x 9.000.000)+...+ (3% x1.000.000) = 1.650.000
3 (330.000 + 1.650.000
+ 330.000) – 1.330.000 = 13.650.000
4 (12.000.000 : 12)+(3%
x (11.000.000-1.000.000)) = 1.300.000
Kedua metode diatas
menghasilkan jumlah pendapatan yang sama. Pendapatan bunga yang diterima oleh
KPRI disebut sebagai pendapatan sepeda motor, bukan pendapatan bunga.
Penyebabnya karena pendapatan operasi utama unit ini berasal dari bunga atas
piutang sepeda motor. Hal tersebut boleh dilakukan oleh KPRI.
Terdapat beban SHU yang
disetor ke KSP. Beban ini berasal dari setoran sisa hasil usaha ditahan kepada
induk. Perlakuannya seperti pembayaran dividen dari perusahaan anak kepada
perusahaan induk. Dengan kata lain beban tersebut berasal dari arus keluar
kepada pemilik. Oleh karena itu, pengeluaran tersebut tidak memenuhi definisi
beban.
Beban penyusutan aktiva
dan beban-beban lainnya sudah diakui secara tepat. Beban-beban di atas
menyebabkan penurunan aktiva berupa kas yang bukan disebabkan oleh kontribusi
kepada pemilik.
C. Perlakuan Aktiva
1. Kas
Bentuk aktiva yang
diakui sebagai kas sudah benar. Jumlah kas pada neraca merupakan saldo uang kas
yang dapat digunakan sebagai alat pertukaran, dapat diterima untuk pelunasan
utang, dan dapat diterima sebagai suatu setoran ke bank dengan jumlah sebesar
nominalnya, dan juga simpanan dalam bank.
Kas telah dikategorikan
secara benar yaitu sebagai aktiva lancar. Saldo kas yang tercantum benar-benar
ada (available) dan tidak dibatasi penggunaannya. Kas yang dipisahkan pada kas
dan bank tidak menimbulkan masalah karena kedua saldo tersebut direkonsiliasi.
Penyimpanan kas di bank mempunyai kebaikan yaitu lebih aman dan sebagai alat pengendalian
kas.
Saldo kas per tanggal
31 Desember 2001 adalah Rp 108.609,00, sedangkan saldo hutang jangka pendeknya
adalah Rp 1.906.519.635,00. Besarnya saldo kas sampai 1% dari saldo hutang
jangka pendek. KPRI tidak menerapkan saldo minimum untuk kas dan tidak
mempunyai compensating balance. Dengan tidak adanya saldo tersebut, maka KPRI
kemungkinan akan mengalami kesulitan untuk memenuhi pelunasan hutangnya
terutama hutang jangka pendek.
Terdapat beberapa
sistem untuk mengendalikan kas. Secara umum pengendalian kas meniadakan akses
atas pencatatan dari orang yang memegang kas. Hal ini untuk mengurangi
kemungkinan adanya pembukuan yang tidak sesuai untuk menyembunyikan
penyalahgunaan penerimaan kas dan pengeluaran kas. Pada KPRI tidak terdapat
pemisahan fungsi antara yang melakukan pencatatan dan yang memegang kas. Hal
tersebut menyebabkan pengendalian internalnya kurang baik.
KPRI telah melakukan
pengendalian atas kas yang diterima. Pada saat kas diterima, kas tersebut
sebelum dicatat pada Buku Harian Kas, terlebih dahulu dicatat pada kuitansi.
Kuitansi yang prenumbered tersebut diisi dihadapan pihak yang menerima kas.
Pengendalian ini dapat mengurangi kemungkinan penyelewengan kas yang diterima.
Pengendalian atas kas
yang dikeluarkan juga dilakukan atas pengeluaran kas. Sebelum pengeluaran kas
dicatat pada Buku Harian Kas, terlebih dahulu dicatat pada suatu prenumbered
voucher. Voucher tersebut mencantumkan jumlah uang yang keluar dan kepada siapa
kas dibayarkan. Kas benar-benar dapat keluar jika voucher tersebut telah
diotorisasi oleh Bendahara II.
KPRI tidak melakukan
imprest fund untuk uang kas yang dipegang oleh bendaharawan dan tidak
menetapkan batas minimal dan maksimal jumlah kas yang dipegang. Hari kerja KPRI
adalah enam hari kerja dari hari Senin sampai dengan Sabtu, sedangkan hari
kerja bank adalah lima hari kerja dari hari Senin sampai dengan Jum’at.
Perbedaan hari kerja KPRI dan bank serta tidak adanya jumlah minimal kas dapat
menyebabkan KPRI kekurangan kas pada hari Sabtu. Apabila pada hari Sabtu
diterima tagihan yang harus dibayar pada hari itu sedangkan saldo kas tidak
mencukupi, maka pemegang kas akan memakai uang pribadinya.
2. Piutang
Piutang Jangka Pendek
dan Piutang Jangka Panjang KPRI telah memenuhi definisi piutang yaitu tersebut
merupakan klaim terhadap pihak lain. Pengklasifikasian piutang menjadi jangka
pendek dan jangka panjang sudah benar.
Kegiatan utama KPRI
adalah simpan pinjam. Pendapatan terbesar disumbangkan oleh bunga dari pinjaman
anggota. Unit simpan pinjam mencatat pendapatan berdasarkan atas basis kas
dimana pendapatan bunga dicatat sebagai pendapatan jika kas sudah diterima.
Pada akhir tahun tidak ada pengakuan akan bunga akrual dan piutang bunga. Oleh
karena itu, jumlah saldo piutang jangka pendek menjadi lebih kecil dibandingkan
dengan apabila pembukuan dilakukan berdasarkan basis akrual. Untuk lebih
jelasnya lihat kembali Ilustrasi I.
Dalam neraca
konsolidasi pada aktiva lancar terdapat perkiraan Pengadaan Sepeda Motor.
Perkiraan tersebut berasal dari pinjaman kepada Unit usaha penjualan Motor yang
digunakan untuk membeli sepeda motor. Dengan kata lain, perkiraan tersebut
merupakan pinjaman induk kepada anak. Perkiraan tersebut jika dikonsolidasi
menjadi kurang memenuhi definisi hutang yaitu klaim terhadap pihak lain. Unit usaha
penjualan motor bukanlah pihak yang dapat disebut sebagai pihak lain. Saldo
piutang terhadap anak harus dieliminasi dari neraca konsolidasi. Apabila
piutang tersebut tidak dihilangkan maka informasi yang disajikan menjadi kurang
handal karena aktivanya overstated, lebih besar daripada seharusnya.
Neraca Unit usaha
penjualan Motor per tanggal 31 Desember 2001 mencantumkan adanya piutang dari
penyaluran sepeda motor sebesar Rp 104.469.700,00. Piutang tersebut tidak
dimunculkan dalam neraca konsolidasi. Informasi keuangan tentang aktiva yang
disajikan menjadi kurang handal karena piutang tersebut tidak ditambahkan dalam
neraca konsolidasi. Nilai tercatat aktiva menjadi lebih rendah daripada
seharusnya.
Metode penyusutan yang
diterapkan adalah metode penghapusan langsung (direct write-off). Piutang
dicatat sebagai piutang tak tertagih apabila piutang tersebut benar-benar tidak
tertagih. Beban piutang tak tertagih dicatat sebagai Beban Dana Resiko Kredit.
Metode penghapusan
langsung secara teoritis kurang baik karena biasanya tidak dapat menandingkan
biaya dengan pendapatan pada periode yang sama. Beban piutang tak tertagih
kemungkinan diakui pada periode yang berbeda dengan periode dimana penghasilan
diperoleh. Metode tersebut menyebabkan piutang dalam neraca tidak disajikan
pada perkiraan nilai yang dapat direalisasikan (estimated realizable value).
Terdapat Perkiraan
Pendapatan yang Masih Harus Diterima atau Angsuran yang Belum Disetor yang
lebih tepat dikategorikan sebagai piutang. Pendapatan yang Masih Harus Diterima
merupakan pendapatan akrual atau pendapatan yang telah dihasilkan namun belum
dicatat dalam perkiraan. Pendapatan yang Masih Harus Diterima berasal dari
angsuran yang belum disetorkan. Pendapatan yang Masih Harus Diterima tersebut
lebih tepat dikategorikan sebagai piutang jangka panjang karena merupakan klaim
dalam bentuk uang kepada pihak lain.
3. Investasi Jangka
Panjang
Investasi pada
perusahaan lain dicatat dengan metode harga pokok (cost method). Dalam landasan
teori dijelaskan bahwa investasi jangka panjang harus dicatat pada neraca
berdasarkan biaya perolehan, kecuali jika harga pasar investasi jangka panjang
menunjukkan penurunan nilai di bawah biaya perolehan secara signifikan dan
permanen.
Simpanan Pokok dan
Simpanan Wajib Koperasi merupakan ekuitas koperasi. Simpanan-simpanan tersebut
merupakan bukti kepemilikan suatu pihak atas koperasi, mirip dengan saham namun
mempunyai beberapa perbedaan. Salah satu perbedaannya adalah besarnya saham
pada perseroan terbatas menentukan hak suara dalam rapat umum pemegang saham
sedangkan besarnya simpanan pokok dan simpanan wajib tidak menentukan hak suara
dalam rapat anggota. Sebesar apapun penanaman modal pada koperasi, penanaman
modal tersebut tidak akan mempengaruhi pengaruh atau kontrol terhadap koperasi.
Oleh karena itu, penanaman modal pada koperasi harus dicatat berdasarkan metode
harga pokok.
KPRI mencatat
investasinya berdasarkan biaya perolehan yaitu jumlah kas yang dikeluarkan
untuk memperoleh investasi tersebut. Harga perolehan simpanan sama dengan nilai
nominal. Berdasarkan metode harga pokok, investasi dicatat berdasarkan harga
perolehan atau harga pasar, mana yang lebih rendah (lower-of-cost-or-market).
Karena harga pasar dari simpanan-simpanan tersebut sulit untuk diperoleh,maka
atas nilai investasi tidak dilakukan penyesuaian.
Salah satu investasi
yang dimiliki adalah Surat Berharga Persijap. Surat berharga ini mirip dengan
obligasi namun jumlah bunga yang dijanjikan tidak tecantum secara jelas. Harga
pasar surat berharga ini juga sulit untuk ditentukan. Nilai yang tercantum pada
neraca merupakan harga perolehan tanpa adanya penyesuaian.
Investasi dalam bentuk
simpanan tidak dapat diperjualbelikan. Penghasilan yang diharapkan berasal dari
SHU dan bunga. Penghasilan lainnya seperti capital gain tidak dapat diharapkan
untuk diterima. Return yang diberikan oleh simpanan-simpanan tersebut tidak
diberikan secara periodik. Apabila simpanan-simpanan tersebut memberikan return
kepada KPRI, return tersebut tidak diterima dalam bentuk kas tetapi dianggap
penambahan saldo simpanan. Jadi, nilai investasi akan berubah dalam hal ini
akan naik jika diperoleh return, dan nilainya tidak akan turun karena ketiadaan
nilai pasar investasi. Pencatatan tersebut sudah benar.
4. Aktiva Tetap
Aktiva tetap yang dimiliki
oleh perusahaan terdiri dari tanah, gedung, dan inventaris. Aktiva tersebut
telah memenuhi persyaratan untuk dikelompokkan sebagai aktiva tetap, yaitu:
1) berwujud, aktiva
tetap yang dimiliki mempunyai wujud pasti. Tanah, gedung, dan inventaris yang
dimiliki dapat dilihat bentuknya, dapat diraba dan dirasakan keberadaannya;
2) digunakan untuk
kegiatan normal, aktiva tetap digunakan untuk operasi normal perusahaan. Tanah
beserta gedung digunakan untuk kantor perusahaan. Inventaris kantor seperti lemari
arsip, meja kerja, komputer dan inventaris lainnya digunakan untuk mendukung
kegiatan operasi perusahaan tujuan pemilikan ini sudah ada dalam pengertian
aktiva tetap perusahaan;
3) tidak dimaksudkan
untuk dijual. Tanah, gedung, dan inventaris diperoleh untuk mendukung kegiatan
operasi KPRI bukan untuk dijual kembali;
4) mempunyai manfaat
lebih dari satu tahun. Manfaat keekonomian dimasa yang akan datang yang
berkaitan dengan aktiva tersebut kemungkinan besar dapat diterima;
5) biaya perolehan
aktiva dapat diukur secara andal. Biaya perolehan tanah, gedung, dan inventaris
dapat diukur dengan andal.
Aktiva tetap yang
diperoleh melalui pembelian disajikan menurut harga beli yang tercantum pada
kuitansi atau faktur pembelian. Hal tersebut mempunyai beberapa kelemahan.
Nilai yang tercantum pada nilai aktiva akan berbeda dengan yang seharusnya jika
KPRI tidak memasukkan biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung
kepada aktiva tetap yang bersangkutan.
Biaya-biaya yang dapat
diatribusikan tersebut misalnya adalah PPN, biaya persiapan tempat, biaya
pengiriman awal (initial delivery), biaya bongkar muat (handling cost), dan
biaya pemasangan (installation cost). Apabila biaya-biaya tersebut dikeluarkan
oleh KPRI, tetapi tidak dimasukkan dalam kuitansi atau faktur, maka nilai
tercatat aktiva tetap menjadi terlalu rendah (understated). Biaya-biaya
tersebut dibebankan pada periode dimana kas dikeluarkan, akibatnya beban usaha
pada periode tersebut menjadi terlalu tinggi (overstated) dan selanjutnya sisa
hasil usaha periode tersebut akan disajikan terlalu rendah (understated).Hal
sebaliknya juga dapat terjadi. Apabila dalam kuitansi atau faktur pembelian
tercantum biaya-biaya yang tidak dapat diatribusikan secara langsung kepada
aktiva tetap maka nilai tercatat aktiva tetap menjadi terlalu tinggi
(overstated). Akibatnya, beban usaha pada periode tersebut menjadi terlalu
rendah (understated) dan selanjutnya sisa hasil usaha periode tersebut akan
disajikan terlalu rendah (understated).
Dalam perkiraan gedung
terdapat bangunan wartel tercatat Rp 28.061.600,00. Nilai tersebut berasal
jumlah semua kas yang dikeluarkan untuk pembelian bahan bangunan, biaya
transportasi dan biaya tenaga kerja yang terpakai. Tidak termasuk didalamnya
biaya desain atau gambar gedung senilai Rp 2.000.000,00. Biaya profesional
arsitek tersebut merupakan biaya yang dapat diatribusikan secara langsung pada
kepada bangunan wartel. Oleh karena itu, biaya tersebut seharusnya dimasukkan
dalam biaya perolehan gedung.
Biaya desain gedung
yang tidak dikapitalisasi mempunyai dampak kepada pelaporan keuangannya. Harga
perolehan gedung menjadi tersaji terlalu rendah sebesar Rp 2.000.000,00.
Seharusnya nilai yang tercantum sebagai biaya perolehan gedung wartel adalah Rp
30.061.600,00 bukan Rp 28.061.600,00. Biaya jasa arsitek tersebut dibebankan
pada tahun 2001. Hal tersebut membuat biaya operasional KPRI tersaji lebih
rendah Rp 2.000.000,00. Akibatnya, sisa hasil usaha pada tahun 2001 menjadi
tersaji lebih rendah Rp 2.000.000,00.
Dana pembangunan gedung
diantaranya berasal dari simpanan pembangunan gedung yang dihimpun dari
anggota. Atas penyimpanannya tersebut penyimpan diberikan jasa. Simpanan yang
telah terkumpul, tetapi belum direalisasikan dalam pembangunan gedung digunakan
sebagai modal usaha. Berdasarkan teori pada Landasan teori, beban jasa yang
diberikan pada penyimpan tersebut setelah harus dikapitalisasikan dalam biaya
perolehan gedung.
Pengeluaran–pengeluaran
setelah perolehan gedung yang digunakan untuk penambahan fisik gedung dan
pengembangan lingkungannya seperti pengembangan tempat parkir dimasukkan dalam
Beban Pembangunan Gedung. Penambahan fisik gedung merupakan pengeluaran yang
kemungkinan akan mengalirkan manfaat pada masa depan. Biaya yang dikeluarkan
juga dapat diukur dengan handal. Demikian pula dengan pengembangan tempat
parkir. Oleh karena itu, biaya-biaya tersebut lebih tepat dikategorikan sebagai
aktiva. Pengeluaran-pengeluaran untuk penambahan fisik gedung lebih tepat jika
dimasukkan dalam nilai gedung. Pengeluaran-pengeluaran untuk pengembangan
sarana parkir lebih tepat dibuatkan perkiraan sendiri pada aktiva tetap yaitu
dicatat sebagai Land Improvement. Pencatatan biaya-biaya tersebut sebagai Beban
Pembangunan Gedung membawa dampak terhadap pelaporan keuangannya. Nilai aktiva
tetap pada neraca menjadi terlalu rendah, sedangkan beban usaha pada periode
tersebut menjadi terlalu tinggi. Akibatnya, sisa hasil usaha yang
diperhitungkan pada periode tersebut menjadi terlalu rendah.
Pengeluaran–pengeluaran
setelah perolehan aktiva tetap, yang berupa beban-beban untuk perbaikan dan
perawatan telah dicatat dengan benar. Pengeluran-pengeluaran diakui sebagai
beban pemeliharaan pada periode kas dikeluarkan. Kas yang dikeluarkan untuk
pemeliharaan tersebut kemungkinan kecil akan mengalirkan manfaat di masa
datang. Manfaat yang diberikan tidak lebih dari satu tahun.
Pencatatan atas aktiva
yang dilepaskan sudah benar. Aktiva tetap yang dilepaskan tersebut, seluruh
harga perolehan beserta akumulasi penyusutannya dikeluarkan dari pembukuan
aktiva tetap. Karena aktiva yang dilepaskan adalah aktiva yang sudah tidak
dapat memberikan manfaat keekonomian lagi dan tidak mempunyai nilai sisa maka
aktiva tersebut biasanya dibuang. Oleh karena itu, pelepasan aktiva tersebut
tidak diakui adanya laba atau rugi.
KPRI telah melakukan
penyusutan atas gedung dan inventarisnya kecuali inventaris pada unit wartel.
Unit wartel mempunyai aktiva tetap berupa inventaris senilai Rp 10.624.000,00
namun unit ini tidak melakukan penyusutan atas inventaris tersebut. Manfaat inventaris
pada wartel akan semakin berkurang seiring dengan berlalunya waktu. Nilai
keekonomian inventaris juga akan berkurang seiiring dengan berlalunya waktu.
Oleh karena itu, nilai inventaris wartel juga harus disusutkan. Sebagai akibat
dari inventaris yang tidak disusutkan, nilai inventaris tersebut menjadi
terlalu tinggi, nilai beban operasi menjadi terlalu rendah dan jumlah SHU
menjadi terlalu tinggi.
Gedung wartel juga
tidak disusutkan. Bangunan tersebut selesai dibangun pada akhir Desember 2001
dan dipakai untuk operasi wartel mulai awal Januari 2002. Perlakuan tersebut
sudah benar. Gedung wartel tersebut selama tahun 2001 tidak mengalami penurunan
manfaat keekonomian.
Masa manfaat dan nilai
sisa aktiva ditentukan berdasarkan masa kegunaan yang diharapkan oleh KPRI.
Estimasi masa manfaat tersebut ditentukan oleh pengurus berdasarkan pengalaman
atas aktiva yang sejenis. Hal tersebut sudah sesuai dengan PSAK no. 16.
KPRI menggunakan metode
penyusutan garis lurus untuk semua bangunan dan inventaris yang disusutkan.
Penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus mengalokasikan beban
penyusutan yang sama tiap tahun. Pola pemanfaatan aktiva yang disusutkan sama
tiap tahun. Jadi, penggunaan metode tersebut sudah sesuai dengan teori pada
landasan teori.
D. Perlakuan Kewajiban
KPRI telah membedakan
kewajibannya menjadi kewajiban jangka panjang dan kewajiban jangka pendek. Pada
tahun 2001, kewajiban yang ada hanyalah kewajiban jangka pendek. Hampir 95%
kewajiban jangka pendek berupa Tabungan Koperasi. Tabungan Koperasi merupakan
simpanan yang diserahkan oleh anggota kepada koperasi atas kehendak sendiri
sebgai simpanan dan dapat diambil sewaktu-waktu. Simpanan tersebut tidak
mempunyai karakteristik sebagai ekuitas. Tabungan tersebut telah disajikan
sesuai kewajiban KPRI kepada pemilik tabungan yang sama dengan nilai
nominalnya. Pencatatan tabungan tersebut telah sesuai dengan PSAK no. 27.
Dalam perkiraan
kewajiban jangka pendek terdapat perkiraaan Dana Anggota, Dana Pengurus, Dana
Karyawan, Dana Pendidikan, Dana Sosial, dan Dana Perkoperasian. Dana-dana
tersebut berasal dari pembagian SHU. Dana-dana tersebut merupakan dana dari
pembagian SHU yang tidak menjadi hak koperasi yang telah dicatat sebesar nilai
nominalnya. Perlakuan dana-dana tersebut sudah sesuai dengan PSAK no. 27.
Dana Promosi Tabungan
pada sisi kewajiban menunjukkan adanya jumlah kewajiban untuk membayar promosi
tabungan. Promosi tabungan yang belum dibayar secara lunas belum diakui sebagai
beban sampai dengan kas dikeluarkan. Klasifikasi dana tesebut sebagai kewajiban
sudah benar. Promosi tabungan tersebut menimbulkan kewajiban kepada KPRI untuk
mengeluarkan kas pada suatu saat.
Salah satu perkiraan
yang disajikan sebagai kewajiban jangka pendek adalah Dana Penyisihan
Pembangunan Gedung. Dengan memasukkan perkiraan tersebut pada kewajiban jangka
pendek berarti KPRI mempunyai kewajiban untuk mendirikan gedung paling lama
satu tahun yang akan datang. Pada kenyataannya KPRI tidak mempunyai kewajiban
untuk membengun gedung tiap tahun. Oleh karena itu, dana tersebut kurang tepat
jika dimasukkan dalam kewajiban jangka pendek.
Simpanan Mana Suka
telah dicatat sebesar nilai nominalnya. Simpanan ini memiliki karakteristik
seperti simpanan pokok dan simpanan wajib. Simpanan tersebut tidak dapat
diambil selama anggota menjadi anggota koperasi. Perbedaannya adalah besarnya
simpanan pokok dan simpanan wajib telah ditentukan oleh KPRI, sedangkan
besarnya simpanan mana suka sekehendak anggota. Simpanan mana suka juga
berfungsi sebagai penutup resiko dan sifatnya tidak sementara, jadi lebih tepat
jika dimasukkan dalam ekuitas.
Kompensasi simpanan
anggota merupakan kewajiban koperasi untuk memberi return atas simpanan
anggota. Kompensasi tersebut dicatat sebagai kewajiban jangka pendek, karena
pemberian kompensasi tersebut kemungkinan besar akan menyebabkan KPRI
mengeluarkan kas dalam jangka pendek. Nilai yang dicatat pada neraca sebesar
nilai nominal. Pengklasifikasian kompensasi tersebut sebagai kewajiban jangka
pendek sudah benar. Nilai yang dicatat juga sudah benar.
Pada sisi kewajiban
jangka panjang terdapat perkiraan seragam anggota. Sepintas perkiraan ini
berupa aktiva yaitu benda berwujud yang berupa seragam. Perkiraan tersebut
merupakan beban pembelian seragam yang belum dilunasi pembayarannya. Kewajiban
tersebut telah dicatat sebesar nilai nominalnya. Hutang seragam anggota
tersebut harus dibayar dalam jangka pendek. Perlakuan akuntasi tersebut sudah
benar, namun akan menjadi lebih baik jika ditambahkan hutang didepan nama
perkiraannya menjadi hutang seragam anggota.
Perkiraan pajak yang
harus dibayar telah dicatat dalam hutang pajak. Pajak yang terutang tersebut
merupakan pajak penghasilan. Jumlah pajak yang dicatat adalah sebesar nilai
yang diperkirakan akan dibayar. Perlakuan akuntansi tersebut sudah benar.
E. Perlakuan Ekuitas
Simpanan wajib khusus
merupakan simpanan yang tidak disetorkankan secara langsung oleh anggota namun
berasal dari SHU, jasa, dan/atau THR yang tidak diambil oleh anggota. Simpanan
ini mempunyai karakteristik seperti ekuitas, yaitu tidak dapat diambil kembali
selama yang bersangkutan menjadi anggota koperasi dan ikut menanggung resiko.
Nilai yang tercatat adalah sebesar nilai nominal simpanan. Simpanan ini sudah
dicatat dengan benar yaitu sebagai ekuitas yang dicatat sebesar nilai nominalnya.
Simpanan pembangunan
gedung dapat diambil oleh anggota sebelum yang bersangkutan keluar dari
koperasi. Simpanan yang dicatat sebesar nilai nominalnya ini merupakan salah
satu sumber pembiayaan KPRI dalam membangun gedung. Simpanan ini tidak ikut
menanggung resiko, dan bersifat seperti pinjaman kepada anggota. Karenanya,
simpanan ini lebih tepat jika dikategorikan sebagai kewajiban.
Simpanan pokok dan
simpanan wajib telah dicatat dengan benar. Simpanan-simpanan tersebut berfungsi
sebagai penutup resiko dan karena itu tidak dapat diambil selama yang
bersangkutan masih menjadi anggota. Dalam PSAK no. 27 dijelaskan bahwa simpanan
pokok dan simpanan wajib merupakan ekuitas koperasi dan dicatat sebesar nilai
nominalnya. KPRI telah mengakui simpanan-simpanan tersebut sebagai ekuitas dan
telah dicatat sebesar nilai niminalnya.
Karyawan KPRI mempunyai
simpanan hari tua pada KPRI. Simpanan ini dapat diambil jika karyawan keluar
dari KPRI. Simpanan ini tidak ikut menanggung resiko. Oleh karena itu, simpanan
ini lebih tepat dimasukkan dalam perkiraan kewajiban.
Modal yang berasal dari
sumbangan atau Modal Donasi, diakui pada saat penyerahan kepemilikan sebesar
nilai nominal yang diterima. Selain memperoleh modal dari anggota, koperasi
juga menerima modal dari sumbangan. Sumbangan yang diterima tidak ada yang
beserta persyaratan tertentu yang dipersyaratkan oleh penyumbang. Modal yang
berasal dari sumbangan ini ikut menanggung resiko. Nilai yang dicatat sebesar
nilai nominalnya. Perlakuan akuntansi tersebut sudah benar.
Kompensasi simpanan
anggota merupakan modal yang sudah disisihkan untuk pemberian kompensasi atas
simpanan anggota. Dengan melakukan penyisihan modal, KPRI belum mempunyai
kewajiban untuk membayar kompensasi tabungan kepada anggota. Kompensasi
tersebut ikut menanggung resiko. Perlakuan kompensasi anggota sebagai ekuitas
tersebut sudah benar.
Modal koperasi juga
disisihkan sebagian untuk menutup terjadinya beban piutang tak tertagih. Nama
perkiraannya adalah Dana Resiko Kredit. Dana resiko kredit ini ikut menanggung
resiko. Oleh karena itu, penggolongannya sebagai ekuitas sudah benar.
Modal koperasi yang
belum disisihkan atau diapropriasikan dicatat sebagai Dana Cadangan. Setiap
hari raya, karyawan memberikan THR kepada anggotanya. Pemberian THR tersebut
besarnya tidak tergantung pada besarnya simpanan atau tabungan anggota. THR
tersebut hakekatnya adalah sebagai distribusi kepada pemilik dalam hal ini
adalah anggota koperasi. Oleh karena itu, pemberian THR tersebut seharusnya
dibebankan pada cadangan, bukan pada beban operasi. Pembebanan pembayaran THR
kepada anggota kepada beban usaha periode berjalan mengakibatkan jumlah beban
pada periode tersebut menjadi terlalu tinggi dan akibatnya SHU yang dihitung
menjadi terlalu rendah.
Kepada anggota yang
keluar, KPRI memberikan menetapkan pembayaran tambahan selain pengembalian
simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan lainnya. Pembayaran tambahan
tersebut tergantung pada berapa lama yang bersangkutan menjadi anggota.
Pembayaran tersebut dicatat sebagai beban kompensasi simpanan anggota.
Pencatatan tersebut kurang sesuai dengan PSAK no. 27. Dalam PSAK tersebut
disebutkan bahwa pembayaran kepada anggota yang keluar dari keanggotaan
koperasi diatas jumlah simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan lain-lain
dibebankan pada cadangan. Sebagai akibat dari perlakuan tersebut, jumlah beban
usaha menjadi terlalu tinggi. Beban usaha yang terlalu tinggi tersebut
mengakibatkan jumlah SHU tahun yang bersangkutan tersaji terlalu rendah.
F. Laporan Keuangan
Koperasi
KPRI telah memenuhi
sebagian ketentuan laporan keuangan koperasi yang tertera pada PSAK no. 27.
Menurut PSAK tersebut, laporan keuangan koperasi meliputi Neraca, Perhitungan
Hasil Usaha, Laporan Arus Kas, Laporan Promosi Ekonomi Anggota, dan Catatan
atas Laporan Keuangan. KPRI telah menyusun Neraca dan Laporan Perhitungan Hasil
Usaha. Laporan lainnya yang dapat ditemukan adalah Laporan Arus Kas. Laporan
arus kas tersebut disusun oleh Kantor Akuntan Publik yang memeriksa.
Neraca telah disusun
dengan format yang benar. Neraca tersebut telah menyajikan informasi mengenai
aktiva, kewajiban, dan ekuitas KPRI per tanggal 31 Desember. Neraca disajikan
dalam perbandingan dua tahun terakhir.
Penyajian perhitungan
hasil usaha KPRI kurang sesuai dengan yang dipersyaratkan pada PSAK no. 27.
KPRI tidak membedakan pendapatannya antara dari anggota dan non-anggota.
Sebagai akibatnya, Laporan Perhitungan Hasil Usaha yang disusun tidak
memisahkan antara pendapatan dari anggota dan non-anggota. Beban-beban koperasi
yang yang timbul juga tidak dibedakan antara beban usaha dan beban
perkoperasian. Berdasarkan PSAK no. 27, perhitungan hasil usaha harus memuat
hasil usaha anggota dengan anggota dan laba atau rugi kotor dengan non-anggota.
Beban-beban yang ada juga harus dipisahkan antara beban usaha dengan
beban-beban perkoperasian.
KPRI belum menyusun
laporan arus kas, laporan promosi ekonomi anggota, dan catatan atas laporan
keuangan. Meskipun demikian laporan keuangan yang berupa neraca dan laporan
perhitungan hasil usaha disajikan cukup rinci. Laporan-laporan tersebut
didukung dengan neraca lajur yang juga dilampirkan. Neraca didukung oleh daftar
piutang simpanan jangka pendek, daftar piutang simpanan jangka panjang, daftar
inventaris, daftar sisa piutang sepeda motor, daftar tabungan umum koperasi,
dan daftar simpanan anggota. Laporan perhitungan usaha didukung dengan daftar
perincian pendapatan dan biaya-biaya. Dengan laporan yang cukup rinci tersebut,
pengguna dapat menilai pertanggungjawaban pengurus dengan lebih baik.
Semua unit usaha
membuat laporan keuangan. Laporan keuangan unit usaha wartel berupa neraca
lajur dan tabel pendapatan dan pengeluaran keuangan. Laporan keuangan unit
usaha penjualan sepeda motor terdiri dari neraca lajur, neraca, laporan
penghitungan hasil usaha, laporan perubahan modal, dan daftar inventaris. Laporan.
Laporan keuangan yang dihasilkan oleh unit-unit usaha tidak selalu sama.
Akibatnya pada waktu konsolidasi tidak mudah untuk dilakukan. Selain itu,
pengguna laporan juga agak kesulitan untuk menganalisis dan membandingkan
laporan keuangan anak.
Dalam laporan
pertanggungjawaban pengurus terdapat daftar piutang simpanan jangka pendek,
daftar piutang simpanan jangka panjang, daftar sisa piutang sepeda motor,
daftar tabungan umum koperasi, dan daftar simpanan anggota. Daftar piutang
memuat nama peminjam dan jumlah pinjamannya. Anggota dapat memeriksa dan
mencocokkan jumlah hutangnya dengan daftar piutang tersebut. Pada lain pihak
anggota juga dapat melihat pinjaman anggota lain. Namun kemungkinan ada
beberapa anggota yang berkeberatan jumlah hutangnya dipublikasikan.
Hal yang sama juga pada
penyimpan dan penabung. Daftar simpanan dan daftar tabungan memuat daftar
simpanan dan tabungan masing-masing anggota. Anggota dapat memeriksa dan
mencocokkan jumlah simpanan dan tabungannya. Anggota juga dapat melihat daftar
tabungan anggota lain. Hal tersebut akan menimbulkan masalah jika ada anggota
yang keberatan jika tabungan dan simpanannya dipublikasikan. Alternatifnya,
KPRI dapat membuat format laporan yang informatif tanpa mencantumkan nama
anggota beserta jumlah simpanan, tabungan, dan hutangnya. Sebagai perbandingan,
dalam undang-undang perbankan, nasabah dan simpanannya merupakan rahasia bank
yang tidak boleh diketahui oleh pihak lain.
KPRI belum menyusun
menyusun laporan promosi ekonomi anggota. Dengan belum adanya laporan tersebut
maka KPRI belum melaporkan manfaat ekonomi yang diperoleh anggota koperasi
selama satu tahun tertentu. Manfaat tersebut mencakup manfaat yang diperoleh
selama tahun berjalan dari transaksi pelayanan yang dilakukan untuk anggota dan
manfaat yang diperoleh pada akhir tahun buku dari pembagian sisa hasil usaha.
KPRI juga belum
memberikan catatan atas laporan keuangannya. Oleh karena itu, pengguna laporan
keuangan tidak mengetahui tentang pengungkapan laporan keuangan. Pengungkapan
tersebut biasanya memuat tentang perlakuan akuntansi seperti pengakuan
pendapatan dan beban sehubungan dengan transaksi koperasi dengan anggota dan
non-anggota dan informasi lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar