Rabu, 12 Desember 2012

Dampak Kebijakan Energi Terhadap Perekonomian Di Indonesia : Model Komputasi Keseimbangan Umum



REVIEW 2
Dampak Kebijakan Energi Terhadap Perekonomian Di Indonesia : Model Komputasi Keseimbangan Umum
Oleh:
Agus Sugiyono
(Kerangka Teoritis)
                      Nama: Fenita
                                                                  NPM : 22211809
           Kelas: 2EB09
2. Kerangka Teoretis
Penelitian tentang dampak kebijakan energi di Indonesia belum banyak dilakukan. Penelitian yang pernah dilakukan adalah kebijakan subsidi harga bahan bakar minyak (BBM) terhadap perekonomian dengan menggunakan model ekonometri (Hope dan Sigh 1995). Keterkaitan antara energi dan perekonomian sangat besar sehingga ada kecenderungan untuk menggunakan model multi-sektoral untuk menganalisis kebijakan. Model CGE merupakan salah satu bentuk model multi-sektoral yang sudah secara luas digunakan saat ini. Meluasnya penggunaan model CGE didukung oleh perkembangan teknologi komputasi dan juga oleh kenyataan bahwa model ini memungkinkan untuk menganalisis perbedaan dampak antar sektor produksi dan antar kelompok sosial ekonomi (Devarajan dan Robinson 2002).
Saat ini model CGE sudah umum digunakan baik di negara maju maupun negara berkembang untuk menganalisis dampak external shock atau kebijakan ekonomi terhadap struktur perekonomian atau distribusi kesejahteraan. Berbagai kebijakan seperti: kebijakan perdagangan bebas, kebijakan integrasi regional, kebijakan deregulasi, kebijakan lingkungan dan kebijakan energi dapat dianalisis menggunakan model CGE.
2.1. Tinjauan Pustaka
Model CGE merupakan evolusi yang panjang dari teori ekonomi, matematika ekonomi dan teknik komputasi. Fondasi teoritis dari model ini adalah Hukum Walras. Hukum Walras kemudian dikembangkan oleh Arrow dan Debrew menjadi model keseimbangan umum. Aplikasi secara numerik dan empiris dari model keseimbangan umum disebut model Applied General Equilibrium (AGE) atau model Computable General Equilibrium (CGE). Dalam disertasi ini untuk selanjutnya digunakan istilah model CGE atau model komputasi keseimbangan umum. Model CGE pertama kali dikembangkan oleh Johansen pada tahun 1960 yang merupakan model pertumbuhan multi-sektor untuk Norwegia (Bandara 1991, Pogani 1996, Hosoe 1999:4). Survei tentang penggunaan model CGE sudah banyak dilakukan, misalnya: Bandara (1991) untuk penggunaan model di negara-negara berkembang, Bergman (1988) untuk menganalisis kebijakan energi, Wajsman (1995) untuk mengevaluasi kebijakan lingkungan, Bergman dan Henrekson (2003) untuk kebijakan lingkungan dan manajemen sumber daya. Pembuatan model CGE secara rinci dibahas dalam Lofgren dkk. (2002) dan Hosoe dkk. (2004).
Beberapa tahapan dalam pengembangan model CGE dibahas oleh Bandara (1991), Hulu (1995), serta Bergman dan Henrekson (2003). Secara umum pengembangan model CGE dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
• Model Johansen
Johansen mengembangkan model CGE dalam bentuk model linier simultan. Model ini memfokuskan pada analisis pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktural untuk jangka panjang. Model CGE untuk Australia dikembangkan berdasarkan model ini dan dinamakan Model Orani.
• Model Scarf
Scarf mengembangkan algoritma yang disebut fixed point theorem untuk menyelesaiakan model CGE. Dengan algoritma ini Shoven dan Whalley berhasil membuat prosedur untuk menghitung keseimbangan umum untuk pajak pada tahun 1983. Tradisi dalam pengembangan model dari Scarf, Shoven dan Whalley lebih menekankan pada pengaruh kebijakan ekonomi terhadap efisiensi dan distribusi.
• Model Jorgenson
Model yang dikembangkan oleh Jorgenson secara sistematis menggunakan metode ekonometri untuk mengestimasi parameter. Tidak seperti pada model CGE sebelumnya yang menggunakan cara kalibrasi dalam mengestimasi parameter. Meskipun pendekatan secara ekonometri mempunyai beberapa kelebihan tetapi ada beberapa kekurangannya. Pertama, data yang dibutuhkan merupakan data runtun waktu yang panjang sehingga kemungkinan tidak tersedia di negara-negara berkembang.
Kedua, bentuk fungsi yang digunakan tidak terkontrol perilakunya sehingga model tidak dapat memperoleh solusi khususnya untuk model yang cukup besar.


• Model Adelman dan Robinson
Model CGE yang dikembangkan oleh Adelman dan Robinson merupakan model dalam bentuk persamaan simultan nonlinier. Solusi yang diperoleh berupa harga bayangan (shadow price) yang dapat diinterpretasi sebagai harga dalam keseimbangan umum. Pengembangan model ini selanjutnya menjadi model standar yang banyak digunakan oleh World Bank.
Pembuatan dan penggunaan model ekonomi di sektor energi sudah menjadi tradisi yang panjang. Perencanaan operasi dan investasi dengan menggunakan model optimasi sudah banyak digunakan untuk industri kelistrikan maupun industri perminyakan. Seiring dengan makin meningkatnya perhatian masyarakat dalam hal kebijakan energi maka pada awal tahun 1970 mulai dikembangkan model yang dinamakan model sistem energi. Sebagai contoh yaitu model yang dikembangkan oleh Nordaus (1973) dan model Markal yang dikembangkan oleh International Energy Agency (Bergman 1988). Model ini merupakan model keseimbangan parsial untuk sektor energi dan dinyatakan dalam bentuk linier programming. Permintaan energi merupakan variabel eksogen sebagai masukan model dan variabel endogen, yang akan ditentukan berdasarkan optimasi, dapat berupa ekstraksi sumber energi, konversi dan
distribusi energi. Optimasi biasanya dilakukan dengan fungsi obyektif
meminimumkan total biaya sistem. Nordaus (1973) menggunakan model tersebut untuk menentukan alokasi yang efisien dari sumber energi untuk jangka panjang. Dalam model, dunia dibagi menjadi beberapa wilayah dengan ketersediaan sumber energi yang sesuai untuk masing-masing wilayah. Solusi optimal menunjukkkan bahwa pada tahun dasar harga energi sesuai dengan harga pasar kecuali untuk harga BBM. Model sistem energi tersebut di atas mempunyai representasi teknologi energi yang sangat rinci tetapi tidak mempunyai keterkaitan dengan perekonomian. Sehingga model tersebut tidak dapat digunakan untuk menganalisis dampak kebijakan energi di sisi penawaran terhadap harga maupun perekonomian secara nasional. Untuk mengatasi kelemahan ini dikembangkan model energi-ekonomi yang berdasarkan teori keseimbangan umum dan teori pertumbuhan ekonomi Neoklasik. Model dari Hudson dan Jorgenson (1975) dan model Eta-Macro (Manne dkk. 1979) merupakan pelopor pembuatan model ini. Model tersebut dapat dikategorikan sebagai model CGE. Struktur model CGE untuk analisis kebijakan energi tidak jauh berbeda dengan model CGE pada umumnya. Dalam model CGE energi, representasi dari substitusi antara beberapa input harus lebih mendapat perhatian yang lebih serius. Disamping itu, adanya kendala sumber daya energi dan kebijakan yang berorientasi pada penggunaan teknologi baru maka model harus bersifat intertemporal dan perilaku investasi secara umum maupun di sisi penawaran energi harus diperhatikan. Benjamin dan Devarajan (1985) menggunakan model CGE dengan fungsi produksi Cobb-Douglas untuk menganalisis dampak kenaikan penerimaan ekspor minyak bumi. Model dikalibrasi dengan menggunakan Tabel Input- Output tahun 1980 dan menunjukkan bahwa kenaikan ekspor minyak menjadi penyebab gagalnya pembangunan (Dutch Disease). Bergman (1990) menggunakan model CGE yang dikalibrasi dengan menggunakan social accounting matrix (SAM) tahun 1985 untuk Swedia. Model ini digunakan untuk menganalisis dampak penutupan PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) dengan mempertimbangkan emisi SO2 dan NOx. Hasil simulasi menunjukkan bahwa penutupan PLTN akan menurunkan PDB sekitar 3-4% serta diiringi
dengan kenaikan harga listrik. Bohringer (1998) menggunakan model CGE dengan mempertimbangkan sektor energi secara rinci sebagai aktivitas bottomup, sedangkan sektor lain dinyatakan sebagai aktivitas top-down. Model ini digunakan untuk menganalisis kenaikan harga bahan bakar untuk pembangkit listrik. Hasil menunjukkan bahwa kenaikan harga bahan bakar akan menurunkan permintaan dan penawaran serta terjadi efek substitusi antar bahan bakar. Model CGE dasar yang dikembangkan berdasarkan model Arrow-Debreu
merupakan model statik karena tidak secara eksplisit memasukkan waktu. Model statik mempunyai kelemahan terutama untuk menganalisis kebijakan yang dampaknya akan berlangsung untuk periode yang cukup panjang. Beberapa model CGE dinamik telah dikembangkan. Secara umum ada dua mekanisme yang sering digunakan untuk membuat model CGE statik menjadi model dinamik, yaitu mekanisme rekursif dinamik dan mekanisme
optimasi dinamik (Yang 1999). Dalam mekanisme rekursif dinamik, proses optimasi merupakan pengulangan dari model statik untuk tahun dasar. Model diselesaikan secara rekursif untuk setiap periode secara terpisah. Antar periode dihubungkan dengan variabel eksogen seperti pertumbuhan kapital dan tenaga kerja. Sedangkan mekanisme optimasi dinamik berdasarkan model pertumbuhan Ramsey yang mempertimbangkan pelaku ekonomi melakukan optimasi tidak hanya pada saat ini tetapi juga mempertimbangkan masa depan. Devarajan dan Go (1998) serta Yang (1999) menggunakan optimasi dinamik. Dengan mekanisme ini proses komputasi menjadi kendala dan model CGE yang dinamik dengan mekanisme ini masih dalam tahap pengembangan. Resosudarmo (2003) menggunakan mekanisme rekursif dinamik dengan memperimbangkan pertumbuhan kapital dan tenaga kerja.




2.2. Landasan Teori
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa model CGE secara teoritis berdasarkan teori keseimbangan umum dari Walras dan secara formulasi matematis menggunakan model yang dikembangkan oleh Arrow dan Debreu. Interaksi antar pasar merupakan dasar untuk formulasi model CGE. Model CGE yang sederhana mempunyai tiga komponen dasar yaitu: konsumen, produsen, dan pasar seperti dinyatakan pada Gambar 1. Konsumen (atau rumah tangga) menentukan permintaan komoditas dan penawaran endowment berdasarkan prinsip memaksimumkan utilitas. Produsen (atau perusahaan) menentukan permintaan input dan penawaran output berdasarkan prinsip memaksimumkan keuntungan. Keseimbangan antara permintaan dan penawaran dicapai berdasarkan perilaku optimisasi dari pelaku ekonomi yang
menyebabkan terjadinya penyesuaian harga.
Model CGE secara teoritis merupakan model statis dengan asumsi bahwa pasar berkompetisi sempurna dan produksi bersifat constant return to scale. Untuk memahami kerangka dasar dari model CGE digunakan contoh model sederhana untuk negara kecil dengan perekonomian tertutup. Misalkan ada dua komoditas yaitu X1 dan X2 dan dua faktor produksi yaitu tenaga kerja dan modal. Setiap komoditas diproduksi oleh satu perusahaan dengan input tenaga kerja dan modal. Rumah tangga mengkonsumsi komoditas tersebut dengan memaksimumkan utilitas. Rumah tangga memperoleh pendapatan dari endowment berupa tenaga kerja dan modal yang digunakan oleh perusahaan. Harga dari semua komoditas dan faktor produksi dapat mudah menyesuaikan sehingga keseimbangan antara permintaan dan penawaran dapat tercapai. Pelaku ekonomi diasumsikan sebagai price taker yang tidak mempunyai kekuatan untuk menentukan harga pasar. Dalam model ini perdagangan
internasional, investasi, dan intermediate input tidak diperhitungkan. Hubungan antara rumah tangga, perusahaan, dan pasar dirangkum dalam Gambar 2 dengan melihat aliran komoditas dan faktor produksi.
Gambar 2. Struktur Model Sederhana
2.3. Hipotesis
Sektor energi terus berkembang seiring dengan terus meningkat konsumsi energi. Konsumsi energi final (termasuk penggunaan biomasa) meningkat dari sebesar 778 juta SBM (Setara Barel Minyak) pada tahun 2000 menjadi sebesar 916 SBM pada tahun 2007 atau meningkat rata-rata sebesar 2,3% per tahun. Pada tahun 2007 penggunaan terbesar adalah sektor rumah tangga dengan pangsa sebesar 34% diikuti oleh sektor industri 33%, transportasi 20%, komersial dan sebagai bahan baku masing-masing 3% dan sisanya sekitar 7% untuk penggunaan lainnya (Gambar 3).
Penyediaan energi primer juga terus meningkat dari sebesar 978 jut SBM pada tahun 2000 menjadi sebesar 1.231 juta SBM pada tahun 2007 ata meningkat sekitar 3,3% per tahun. Pada tahun 2007 pangsa penyediaan energi yang terbesar adalah minyak bumi dengan pangsa 39% dan diikuti oleh batubara 21%, gas bumi 15%, tenaga air 2%, panas bumi 1% dan sisanya 22% adalah energi non-komersial biomasa untuk rumah tangga pedesaan (Gb. 4)
Kondisi sumber daya energi di Indonesia yang tidak dapat diperbaharui, terutama minyak bumi, saat ini sudah cukup kritis. Laju penemuan cadangan minyak bumi lebih rendah dari pada laju konsumsinya. Bila tidak diketemukan cadangan baru, maka impor minyak bumi dan BBM akan semakin meningkat tajam. Data dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM) tahun 2007 menunjukkan bahwa cadangan minyak bumi sebesar 8,4 x 109 SBM. Cadangan gas bumi sebesar 165 TSCF (Tera Standard Cubic Feet). Sedangkan batubara mempunyai cadangan sebesar 18,8 x 109 TCE (Ton Coal Equivalent). Secara ringkas cadangan dan produksi untuk sumber energi fosil ditunjukkan pada Tabel 1. Bila dilihat dari rasio cadangan dibagi produksi (R/P Ratio) maka batubara masih mampu untuk digunakan selama 105 tahun. Sedangkan gas bumi dan minyak bumi mempunyai R/P Ratio masing-masing sebesar 55 tahun dan 17 tahun.




Tabel 1. Cadangan dan Produksi Sumber Energi Fosil
Sumber daya energi terbarukan yang mempunyai potensi dikembangkan untuk skala besar adalah tenaga air dan panas bumi. Potensi tenaga air di seluruh Indonesia diperkirakan sekitar 75.670 MW yang tersebar pada 1.315 lokasi. Potensi panas bumi yang mempunyai prospek untuk dikembangkan adalah sebesar 27.000 MW. Sektor energi perlu dikembangkan melalui kebijakan yang kondusif dan didukung oleh kemandirian finansial, teknologi dan sumber daya manusia. Dengan kebijakan ini diharapkan pengembangan sektor energi dapat mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Makalah ini akan membahas pengaruh kebijakan energi terhadap perekonomian secara keseluruhan dengan menggunakan simulasi kebijakan dalam model CGE. Kebijakan energi yang akan dianalisis adalah substitusi dari penggunaan energi migas ke penggunaan energi lainnya. Hipotesis yang diajukan adalah:
• Ada pengaruh yang positip dari substitusi penggunaan minyak bumi terhadap pendapatan nasional.
• Ada pengaruh positip dari substitusi penggunanaan minyak bumi terdapat distribusi pendapatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar